
JAKARTA, BeritaSeputarBanten – Kasus dugaan penolakan pelayanan rumah sakit terhadap Repan (16), warga Suku Baduy Dalam, terus menuai perhatian publik setelah kisahnya viral di media sosial. Minggu (9/11/2025).
Remaja asal pedalaman Lebak, Banten, itu disebut sempat mengalami kesulitan mendapatkan perawatan medis di rumah sakit di Jakarta Pusat lantaran tidak memiliki KTP.
Laporan ini pertama kali disampaikan oleh DetikTravel (7/11/2025). Dalam laporannya, Repan disebut menjadi korban pembegalan di kawasan Jalan Pramuka Raya, Cempaka Putih, lalu dibawa ke rumah sakit dalam kondisi luka.
Namun proses pelayanan sempat terkendala saat petugas meminta identitas resmi yang tidak dimiliki oleh korban, sebagaimana lazimnya warga Baduy Dalam yang hidup mengikuti aturan adat.
“Kami tidak tahu harus ke mana, katanya perlu identitas. Padahal dia sudah luka-luka,” ujar pendamping korban, dikutip dari DetikTravel (7/11/2025).
Gubernur DKI Dinilai Lepas Tanggung Jawab
Menanggapi kabar yang viral, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan bahwa tidak benar ada penolakan layanan medis terhadap warga Baduy.
Ia menyebut peristiwa itu hanya sebagai kesalahpahaman komunikasi antara petugas rumah sakit dan korban.
“Untuk warga Baduy, tidak benar ada penolakan dari rumah sakit. Kami sudah memanggil Kepala Dinas Kesehatan untuk meninjau langsung,” ujar Pramono dalam keterangannya di Balai Kota, dikutip dari DetikNews (8/11/2025).
Namun, pernyataan tersebut justru memicu reaksi keras publik, yang menilai gubernur terlalu cepat membela institusi di bawahnya tanpa terlebih dahulu mendengar langsung kronologi dari pihak korban.
Bagi sebagian kalangan, sikap ini menunjukkan minimnya empati pejabat terhadap realitas masyarakat adat yang selama ini hidup tanpa dokumen resmi.
Antara Prosedur dan Kemanusiaan
Meski bantahan telah disampaikan, publik tetap menyoroti lemahnya kepekaan birokrasi terhadap masyarakat adat yang kesulitan dalam urusan administratif.
Kasus ini menunjukkan bahwa prosedur masih lebih diutamakan dibandingkan rasa kemanusiaan di sejumlah fasilitas publik ibu kota.
Dalam laporan DetikTravel (7/11/2025) disebutkan, kasus Repan memperlihatkan potret buram sistem layanan kesehatan yang belum sepenuhnya berpihak pada kelompok adat.
Padahal, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menegaskan bahwa setiap pasien gawat darurat wajib ditangani tanpa menunggu administrasi apa pun.
Korban Mulai Pulih, Publik Desak Evaluasi Serius
Hingga kini, Repan telah mendapat perawatan dan kondisinya berangsur pulih. Namun desakan agar pemerintah, khususnya Pemprov DKI, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan kesehatan terus menguat.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pejabat publik seharusnya tidak sekadar membantah, tetapi hadir di lapangan dan memastikan kemanusiaan tidak kalah oleh birokrasi.
(Tim BSB)
Sumber: DetikTravel (7/11/2025), DetikNews (8/11/2025)




